Jejak Pertemuan

Semua akan sampai pada titik capainya, pada waktu yang paling tepat.

29 Juli 2020
Purna tugas sebagai relawan yang terpaksa berhenti pada setengah rencana.

Menyudahi petualangan sebagai Relawan, Konsultan Sekolah Literasi Indonesia- Dompet Dhuafa Pendidikan di masa pandemi Covid 19.

Satu hari sebelum lebaran Idul Adha 1441H kami melepas terbang dua saudari seperjuangan selama menanggung amanah di Asahan. Alivia πŸ›« ke Kalimantan, sementara Nisa πŸ›« kembali ke Bima-NTB.

8 Agustus 2020
Jejak Pertemuan dengan uji kompetensi microteaching, salah satu saringan menjadi bagian dari lembaga pendidikan yang dikelola ustd. Irfantra Padang, M.A., motivasi belajar dari sosok dan sekolah tersebut yang menjadi bahan bakar energiku. Alhamdulillah Akupun enjoy menjalaninya. 

Pada barisan kursi yang langsung berbatasan dengan dinding sebelah kiri hanya di isi satu orang, apakah mungkin satu-satunya lelaki yang terus menunduk diantara 6 orang akhwat yang ada di ruangan ini adalah kepala sekolahnya? Batinku bertanya.

'Bismillah, mengahadapi kepala sekolah bukan hal baru untukku, masih segar dari ingatan bagaimana kami mengelola kelas untuk para kepala sekolah di Asahan lalu,  insyaallah bisa.' ujarku yakin dalam hati.

Kertas sticky note berbentuk baju, bintang, dan persegi telah dibagikan, tugas para guru yg berperan jadi seolah siswa SD adalah memecahkan tantangan untuk menghitung garis yg terbentuk dari benda-benda tersebut.

Ada hal unik yg terjadi, tanpa terduga seorang lelaki yang sikapnya agak tak biasa, lucu, dan malu-malu, yang terpojokan diantara para guru akhwat, tiba-tiba bersuara ditengah keseruan yg sudah ku-sekenariokan, beliau mengatakan, "Ibu guru, saya gak dapet kertasnya?" Ujarnya membuatku baru tersadar, beliau ternyata juga ingin ikut terlibat dalam kepura-puraan berperan menjadi siswa kelas 2 SD? 

Otomatis aku merespon dengan melanjutkan aktingku sambil bertanya namanya tanpa canggung, "Baik Nak, siapa nama Kamu?" 

Seketika para guru akhwat berceloteh jenaka, berebut menjawab pertanyaanku, "Namanya Yanto Bu!" sementara bersamaan ada juga yang menyebutnya "Yuli Bu!", Ditambahkan satu orang lagi dengan menyebut nama berbeda pula.

Kelas kembali pecah dengan tawa, lelaki tersebut ikut tertawa kalah cepat dengan yg lainnya, "Mohon maaf, ibu guru mulai bingung pemirsa!" Ceplosku jenaka dengan wajah bingung yang hadir seketika, "Izin langsung orangnya aja yang jawab ya?" Sembari mendekati kursi lelaki tersebut,  kuulangi lagi pertanyaannya, "Bisa Ibu panggil dengan nama apa?" Tanyaku dengan sisa tawa yang dipaksa mereda.

Microteaching berlangsung dengan baik, menyenangkan, dan insyaallah cukup mendapat perhatian semua audiance. Aku yakin loloslah.

15 Agustus 2020
Alhamdulillah diterima, diinfokan pula agar aku dapat hadir pada 15-08-2021 sebagai  hari pertamaku bergabung dengan Sekolah Sahabat Al-Qur'an (SAQU) Binjai, menjalani aktivitas ala anak magang. Membantu guru kelas yg kekurangan tim untuk mengajar siswa baru, generasi lulusan covid 2019.

Canggung? Pastinya, tapi alhamdulilah tetap dapat dilalui dengan menyanangkan.

Pekan ke-3 Agustus, akupun dihubungkan, surat mutasi dari Asahan telah diterima di Kota Binjai, Wellcome Back, akhirnya kembali menemukan dan dikumpulkan dengan halaqah baru, lingkaran yang selalu berhasil membuatku candu, merindukan manisnya melingkar dalam ukhuwah, duduk menyimak bait-bait Kalam Allah diterangkan.

Empat hari kemudian, sebuah kabar mendebarkan, salah satu dari 7 orang yang duduk melingkar siang itu dinyatakan positif covid, dan keadaan yang lainnya pun dipertanyakan?

Kami dihimpun dalam grup WA khusus untuk edukasi covid dan pemantauan keadaan secara intensif.

Atas arahan dan edukasi membuatku mantap untuk mendatangi puskesmas  terdekat dari rumah (Kab. Langkat),  sayangnya setalah aku memaparkan kronologi dan kemungkinan telah terjadi kontak dengan teman yg positif covid, tidak ada tindakan apapun dari pihak puskesmas, melainkan hanya nasihat dan diminta isolasi mandiri dulu, alasanya tidak memiliki alatnya bahkan untuk tes repid pun tidak ada, padahal aku butuh kepastian segera. 

Pulang lagi dengan perasaan bimbang, grup yg memantau tidak tinggal diam, akupun didaftarkan di Dinkes Kota Binjai untuk ikut tes SWAB secara gratis. Setelah 4 hari berlalu Alhamdulillah aku dinyatakan negatif covid 19.

Selama satu pekan menunggu kepastian keadaan diri, akupun mengabarkan pihak sekolah, dan diizinkan untuk isolasi mandiri sepekan itu.

Dalam kesepian karena diisolasi dalam kamar, ada tugas dari MR untuk membuat biodata ta'aruf, yaah lumayan ada kerjaan jadinya dalam penatnya diasingkan, bercampur kekhawatiran menularkan pada mamak (62th) atau Baby Hufaizul (6 bulan).

Udah ada siih hanya tinggal revisi aja deh. Alhamdulillah 2 hari kelar juga, menurutku sudah cukup memikat isinya 🀭

Pekan Ke-1 September 2020
Sebuah pesan dari MR, intinya diminta istikharah dan tetap menjaga kerahasiaannya, pesan tersebut beserta lampiran file. Setelah kubuka, betapa terkejutnya, ini file berisi biodata ta'aruf Ikhwan, yg aku merasa baru pernah satu atau dua kali melihatnya seumur hidupku.

Kutelisik pas fotonya, degh..
ah.. fix ini bapak yg ku kira kepala sekolah! Yg ikut memberi penilaian atas hasil microteaching-ku seleksi masuk untuk bergabung di SAQU.

Pekan ke-2 September 2020
Hasil istikharahku belum menjelaskan dengan terang. Bang Iman memintaku untuk tidak nazhor - meet up sesi ta'aruf yg dipandu para MR, sebelum lelaki itu menemui beliau, "Abang lihat dulu, nanti baru fia putuskan! Biar jangan sampe buang-buang energi seperti yg sebelumnya." Pesannya padaku.

"Iya Bang,"  jawabku, teringat kembali pada lelaki awal Agustus yang menemuiku dan udah terlanjur bawa keluarganya untuk ke rumah mamak. Nyatanya aku dan dia belum kenal sama sekali, dan sangat diluar dugaan, terpental jauh dari standarku. Mbaknya, memang teman akrabku, dia pasti kecewa bukan padaku, tapi pada adiknya sendiri! Ini bukan tentang materi, tapi tentang visi hidupnya. Aku gak akan bisa hidup dengan lelaki yg sudah mati, dari visi atau cita, tanpa itu, manusia hanya seonggok tubuh yang menunggu ajal saja? 

Tiga hari berlalu, penjabaran Bang Iman lumayan membantu membuka kejelasan langkahku, berbekal kesalihan dan kesantunannya membawa nilai plus, akhirnya aku memutuskan melanjutkan proses ta'aruf. 

Satu hal mengagumkan yang kutemukan sejak awal membaca biodatanya, bahwa beliau Guru SLB IT Sahabat Al-Qur'an. Wah tentu ini bukan hal mudah, kesabaran seluas apa yg dia miliki untuk menghadapi anak-anak istimewa itu? Aku penasaran.

Secara umum 5 pertanyaan yang kusiapkan terpecah menjadi butir-butir lebih rinci, hingga akhirnya kurang lebih 15 pertanyaan meluncur dari lisanku, dengan durasi sekitar 90menit pertemuan tersebut selesai divasilitasi.

4 poin secara umum terjawab. Fix bismillah, kita se-visi. Namun masih ada keraguan, karena memang tidak 100% jawabannya memuaskan.

Satu pertanyaan paling menentukan aku susulkan, kusampaikan dua hari setelah hari itu, melalui surat yang terjaga kerahasiaannya. Surat dititipkan melalui para MR dan diserahkan langsung pada yg bersangkutan.

Pekan ke-3 September 2020
Seminggu kemudian, dia membalas kembali suratku. Isinya menerima segala kesepakatan dan tentu artinya, aku tak punya hak untuk menolak sebab beliau memenuhi semua persyaratan.


Ahad, 04 Oktober 2020
Prosesi selanjutnya adalah ta'aruf keluarga.

Pertemuan keluarga inti terjadi. Dihadiri Ayah, Ibu, kedua kakak dan 3 ponakannya, sementara dari pihak keluargaku ada Mamak, Bang Iman dan keluarga, Dek Rani dan Keluarga, Kak Menur, dan MR terkasihku yang turut hadir bersama suami dan anaknya.

Qadarullah MR beliau tidak dapat hadir sehingga beliau langsung yang menyampaikan maksud dan tujuan kehadirannya beserta keluarga ke rumah kami.

Alhamdulillah kesempatan itu menjadi poin plus untuknya di mata Mamak. Mamak melihat kesungguhan dan tekadnya secara langsung, itu membuat mamak lebih yakin untuk memepercayakan aku padanya.

Setelah kehadiran dan maksud diterima  dengan baik, pada hari itu pula kesepakatan perencanaan tahap khitabah disampaikan.

28 Oktober 2020
Prosesi Khitbah digelar.

Kita berencana, namun Allah lah Sang sutradara. Qadarullah desa orang tua lelaki tersebut kebanjiran, jalanan sulit dilintasi, menanti air surut kembali. Semula 12.00 tamu sudah hadir di rumah, makan siang bersama. Alhamdulillah akhirnya tetap tiba pada hari itu, beberapa belas menit sebelum Azan Asar berkumandang.

Kondisi keluarga besar sudah mulai resah, sambung menyambung telponan untuk memastikan keadaan, bahwa mereka akankah tetap datang?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merpati Rindu

Sebab Hidup Terlalu Istimewa, Berbahagialah

Memulai Darimu